Minggu, 18 Desember 2011

PERJALANAN HIDUP OSAMA BIN LADEN


PERJALANAN HIDUP OSAMA BIN LADEN
Usamah bin Ladin adalah sosok yang kontroversial di mata dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris tulen yang seakan berhati dingin dan kejam. Tapi bagi sebagian lain, Usamah adalah simbol perlawanan atas hegemoni Amerika Serikat dan Eropa atas kesewenang-wenangan mereka terhadap dunia Islam. Tak lupa, Usamah juga pernah bekerja sama dengan AS di Afghanistan untuk mengusir Sovyet. Kini setelah dikabarkan tewas dalam penyergapan di Abbottabad, Pakistan, Osamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika mencoba menguliti sedikit kehidupan pribadi Usamah bin Ladin, keturunan konglomerat Mohammed bin Ladin asal Arab Saudi.

Usamah bin Ladin lahir dari rahim Alia Ghanem. Gadis asal Siria yang berumur 14 tahun saat Mohammed bin Ladin memperistrinya di 1956. Saat itu, Mohammed sudah menjadi pengusaha infrastruktur terkenal di Timur Tengah. Proyeknya bertebaran di mana-mana. Di Siria, Mohamed kerap mondar-mandir ke Pelabuhan Latakiya.

Ibu Usamah diboyong ke Arab Saudi. Posisinya sebagai istri keempat. Figur Alia dikabarkan lebih modern dan sekular ketimbang istri Mohamed yang terdahulu. Meski demikian, Alia tetap mengenakan cadar di muka umum.

Osamah lahir di Riyadh pada Januari 1958. Mohammed memberinya nama Osamah yang berarti 'SINGA'. Selain itu, nama serupa juga nama sahabat Nabi Muhammad SAW. Saat Osamah berumur enam bulan, seluruh keluarga besar bin Ladin pindah ke Madinah, karena Mohamed mendapat megaproyek renovasi Masjid Nabi.

Namun selama remaja, Usamah lebih banyak tinggal di Jeddah. Ia tinggal di kawasan al-Amariyya. Permukiman padat dengan jajaran toko kelontong dan jemuran pakaian jadi pemandangan yang biasa. Saat ini rumah lama Usamah sudah digantikan sebuah masjid. Namun kantor ayahnya, Mohammed yang tepat berada di pinggir jalan masih berdiri.

"Ayah adalah sosok yang sederhana dan disiplin. Meskipun dia kaya, dia tidak mengutamakan penampilan. Rumah kami adalah rumah biasa-biasa saja," kenang Osamah.

Osamah mengenang ayahnya mengelola keluarga layaknya mengelola perusahaan besar. Istri dan anak bisa disejajarkan dengan divisi, saking banyaknya. Anak-anak jarang sekali melihat Mohammed, karena ia sangat sibuk. Tapi ketika ia ada di rumah, ia akan mengumpulkan seluruh anak-anaknya di kantornya dan bertanya tentang segala macam hal.

Tiap puasa, kenang Osamah, ayahnya selalu mengumpulkan keluarga besar mereka. Tiap anak mendapat kecupan hangat dan satu koin emas. Namun Mohammed sosok yang pendiam. "Aku pernah membacakan puisi untuknya dan dia memberiku 100 riyal," kata Osamah.

Di rumahnya yang besar, Mohammaed kerap mengundang para sahabatnya untuk mampir dan berbincang. Apalagi saat musim haji. Ia doyan berdebat soal-soal agama. Tak jarang ulama kerajaan ia boyong ke rumahnya untuk sekedar berdebat soal Islam. Saat usia Osamah empat tahun, Mohammed menceraikan Alia. Alia lantas menikahi salah satu tangan kanan Mohammed yang bernama Mohammed al-Attas. Osamah dan Alia pun pindah rumah, beberapa blok dari rumah besar mereka ke Jabal al-Arab. Tak lama setelah cerai itu, Mohammed bin Ladin meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat.

Di keluarga barunya, Osamah memegang peranan penting. Ia adalah anak tertua. Ibunya melahirkan empat adik, tiga laki-laki dan satu perempuan. Osamah mengurus adik-adiknya dengan tekun. Ia ibarat orang tua ketiga bagi mereka. Tetangga Usamah, Khaled Batarfi, mengatakan ayah tiri Osamah sangat mengandalkan Osamah. "Bila ayahnya punya satu pekerjaan penting, dia pasti minta Osamah melakukannya. Adik-adik Osamah malah sangat takut ke Osamah ketimbang ayah mereka," kata Batarfi.

Batarfi mengingat sosok Osamah kecil sebagai anak yang pendiam, tenang. "Tapi kalau ia marah, sangat mengerikan," katanya. Osamah kecil sangat menikmati menonton televisi. Salah satu film favoritnya di layar kaca adalah film koboi Bonanza dan Fury.

Osamah juga gemar bermain bola. Di musim panas, usai shalat subuh, Osamah pasti sudah ada di lapangan. Batarfi mengatakan, Osamah sebenarnya mampu bermain bola dengan baik, tapi saat di lapangan pikirannya kadang tak fokus.

Di masa sekolah, Osamah diperlakuka berbeda dengan anak-anak Mohammed bin Ladin lainnya. Ketika anak-anak bin Ladin disekolahkan ke Lebanon, hanya Osamah yang masuk ke sekolah lokal, al-Thagr. Namun sekolah lokal ini sangat bergengsi karena merupakan sekolah anak raja Arab Saudi.

Ahmed Badeeb, guru sains Osamah, mengingat Osamah sebagai anak yang normal dengan kepintaran biasa-biasa saja. Guru lainnya mengatakan Osamah adalah anak pemalu dan takut berbuat kesalahan. Di sekolah ini, Osamah harus mengenakan seragam ala barat, yaitu jaket dan dasi saat musim dingin, serta celana bahan dan kemeja.

Sosok Osamah saat sekolah terkenal karena tingginya dan kerap bergerombol. Namun di antara teman-temannya Osamah yang paling lamban tumbuh kumis dan jenggot. Ketika teman-temannya punya kumis dan jenggot lebat, dagu Usamah malah bersih dari bulu-bulu halus itu.

Saat Usamah berusia 14 tahun, ia mulai berubah. Kabarnya dia mendapat penyadaran religius dan politik. Sebagian rekan muda Osamah menuding guru olah raga Osamah lah yang mempengaruhi perkembangan remajanya. Sang guru pengikut Ikhwanul Muslimin asal Mesir.

Mulai dari situ perilakunya perlahan-lahan berubah. Ia tidak lagi menonton film koboi Bonanza dan menolak mengenakan baju model barat di luar sekolah. Keluarganya mengingat, Osamah kerap menonton siaran berita dan menangis saat melihat penderitaan warga Palestina.

"Osamah remaja sebenarnya tidak berubah. Tapi dia menaruh perhatian, sedih, dan frustasi terhadap nasib di Palestina dan negara-negara Timur tengah," kata ibunya.

"Osamah mengatakan kaum muslim saat itu tidak dekat pada Allah. Remaja muslim saat itu terlalu sibuk bermain dan bersenang-senang," sambung Alia.

Osamah mulai puasa Senin-Kamis. Jadwal hidupnya berubah. Usai shalat Isya, ia langsung tidur. Tengah malah ia selalu shalat tahajud. Osamah pun lebih disiplin pada adik-adiknya, dengan meminta mereka shalat Subuh di masjid terdekat.

Osamah juga membenci hal-hal yang berbau seksual. Ketika ia menangkap basah adiknya menggoda pembantu mereka, Osamah marah bukan main. Ia menampar adiknya.

Cerita lain, ketika ia bercengkerama dengan rekannya di Beirut, kawan adiknya menyodorkan majalah porno. Osamah murka. Ia menegaskan, ia dan keluarganya tidak akan lagi berhubungan dengan anak tersebut.

Alia Ghanem menyaksikan perkembangan puteranya dengan khawatir. Ia menuangkan keresahannya pada saudaranya, Leila Ghanem, yang mengatakan, "Alia sangat khawatir terhadap nasib Osamah karena ia berubah. Alia tahu perubahan anaknya itu sudah terlalu dalam. Ia hanya sanggup berdoa semoga Allah SWT melindungi Osamah," katanya.

Cerita lain soal Osamah terjadi saat keluarga mereka naik mobil ke Siria, mengunjungi kerabat. Di tengah jalan, supir mereka memutar kaset biduan Mesir terkenal, Umm Kalthoum (Umi Kultum). Osamah marah besar mendengar lagu itu. Ia meminta supir mematikan musiknya. Supir menolak. Osamah membentak, "Ingat kalau gajimu kami yang bayar. Kalau kamu tidak mematikan kaset itu sekarang, bawa kami kembali ke Jeddah." Bahkan ayah dan ibu Osamah hanya terdiam melihat murka anak mereka.

Soal musik, Osamah lebih memilih nasyid. Ia membentuk grup nasyid bersama beberapa rekannya. Ia menolak memainkan alat musik. Grup nasyid ini sempat merekam sejumlah lagu perjuangan dan mengedarkan kasetnya secara terbatas. Osamah juga masih bermain sepak bola, namun menolak mengenakan celana pendek. Bersama teman-teman timnya mereka kerap bertanding melawan anak-anak di permukiman miskin di Jeddah. Osamah tak jarang membawa bekal makanan bagi seluruh anggota tim.

Osamah remaja juga doyan olahraga ekstrim macam mendaki gunung di Turki dan berburu di Kenya. Osamah belajar menunggang kuda dan punya sekitar 20 kuda di selatan Jeddah. Diam-diam ia masih mengenang film koboi kesukaannya karena ia terbukti kerap berkuda sembari menembak.

Guru sains Osamah, Ahmed Badeeb, mengatakan Osamah berusaha menjadikan dirinya menonjol di antara keturunan bin Ladin. Karena saking banyaknya anak anak bin Ladin, seseorang dianggap biasa saja kecuali ia cukup menarik perhatian.

Suatu ketika, kata Badeeb, bin Ladin grup punya proyek di Jizan, perbatasan Yaman. Osamah ingin ambil peran dalam proyek itu. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan fokus ke proyek infrastruktur. Keluarganya menentang. Ibunya menangis dan memohon Osamah kembali ke sekolah.  Tak tahan melihat air mata ibunya, Osamah akhirnya mengurungkan niatnya ke Jizan.

Pada 1974, saat masih sekolah menengah atas, Osamah menikah untuk pertama kalinya. Usianya baru 17 tahun, istrinya Najwa Ghanem baru 14 tahun. Pesta pernikahan merka sederhana. Di masa inilah Osamah akhirnya terjun dan aktif di Ikhwanul Muslimin. Ketika itu gerakan Ikhwanul Muslimin sangat ditakuti rezim Timur Tengah sehingga menjadi gerakan bawah tanah dan mengundang simpati generasi muda.

Pertemuan kelompok ini sangat rahasia. Berlangsung di rumah para anggotanya. Seringkali kelompok bepergian ke Makkah untuk beribadah. Rekan Osamah di Ikhwanul Muslimin, Jamal Khashoggi, mengatakan, "Kami memimpikan mendirikan negara Islam dan bisa mengubah nasib dunia dan umat muslim."

Lulus sekolah menengah, Osamah kuliah di Universitas King Abdul Aziz pada 1976. Dia mengambil jurusan ekonomi. Tapi lebih sering terlihat mengikuti acara-acara kampus yang berbau keagamaan. "Saya mendirikan lembaga amal di kampus. Kami menghabiskan banyak waktu mengkaji Alquran dan jihad," katanya.

Di kampus inilah ia berkenalan dengan Mohammed Jamal Khalifa yang kemudian menjadi sahabat dekatnya. "Osamah itu anak yang keras kepala," kata Khalifa. "Pernah kami berkuda di gurun, di depan kami ada badai pasir. Saya memperingatkan Osamah agar kita lebih baik kembali saja, tapi dia jalan terus. Kudanya terjatuh, tapi ia tertawa. Dia menyukai tantangan," kata Khalifa.

Ia menjelaskan, saat itu mereka asyik-asyiknya mengkaji Islam dalam kehidupan sehari-hari. Islam bagi mereka bukan sekedar agama, tapi jalan hidup. "Kami berupaya mengerti apa yang Islam tegaskan bagi hidup sehari-hari. Bagaimana kami makan, minum, menikah, berbicara. Kami banyak membaca karangan Sayyid Qutb yang sangat terkenal,".

Ditambah dengan para pengajar di universitas yang ternyata banyak pengikut Ikhwanul Muslimin. Khalifa dan Osamah makin asyik dalam perdebatan Islam dan politik. Bagaimana menggabungkan keduanya tanpa ada persinggungan.

Saat di bangku kuliah inilah, Osamah menjadi ayah. Anaknya, Abdullah lahir dan berturut-turut adiknya hingga total berjumlah 11 anak. Osamah adalah ayah yang baik. Ia bermain dengan anak-anaknya. Membawa mereka ke peternakan atau ke pantai. Tapi di saat yang sama ia juga bersikap tegas pada mereka. Ia ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang tangguh. Ia menolak memasukkan anak-anaknya ke sekolah, dan mengundang guru ke rumah.

Pada 1982, Osamah poligami. Istri keduanya, Umm Hamza, berbeda. Seorang perempuan berpendidikan tinggi dengan gelar PhD di psikologi dan mengajar di universitas. Usianya tujuh tahun lebih tua dari Osamah. Dari pernikahan ini lahir seorang putra. Dua keluarganya ia belikan apartemen yang berdekatan.

Beberapa tahun kemudian, Osamah menikah lagi untuk ketiga kalinya. Istrinya yang ketiga, Umm Khaled juga sangat berpendidikan, seorang doktor bidang bahasa Arab dan mengajar di kampus lokal. Tak lama setelah itu, Osamah menikah lagi untuk keempat kalinya dengan Umm Ali.

Osamah muda juga nyambi kerja di perusahaan ayahnya, yang kali ini mendapat proyek restorasi di Mina. Ia pulang pergi Jeddah-Makkah selama beberapa waktu. Berbeda dengan pemuda Arab lainnya, Osamah muda ngotot untuk bekerja kasar. Ia ingin selevel dengan pekerja di lapangan yang datang dari India atau Filipina. Dia bersama-sama buruh kasar menghabiskan waktu berjam-jam. Mengoperasikan buldoser dan alat berat lainnya.

Keasyikan bekerja di kontraktor membuat pelajaran Osamah di universitas keteteran. Akhirnya ia mengambil keputusan, berhenti kuliah. Padahal ia tinggal setahun lagi lulus. Usamah bekerja penuh waktu di bin Ladin grup. Seorang temannya mengingat pemuda Osamah sangat berbeda dengan saat remajanya. "Dia sangat percaya diri dan kharismatik," kata si teman.

Desember 1979, dunia dikejutkan dengan dua peristiwa. Pertama adalah serangan berdarah ke Masjidil Haram oleh Al Qahtani dan pengikutnya yang memprotes gaya hidup pemimpin Arab. Kedua adalah invasi Uni Sovyet ke Afghanistan. Osamah bin Ladin tertarik pada yang kedua.

"Saya sangat marah melihat Afghanistan diserbu. Saya langsung ke sana saat itu juga," katanya. Osamah tiba di Afghanistan beberapa hari setelah negara itu diduduki Sovyet. Teman Osamah, Jamal Khalifa, mengatakan Osamah sebelumnya tak pernah mendengar ada negara Afghanistan. Khalifa mengatakan, Osamah tidak pergi ke Afghanistan pada 1979, melainkan pada 1984. Namun Osamah menjelaskan, kepergiannya ke Afghanistan sangat rahasia hingga keluarganya pun tidak ada yang tahu.

Osamah menjadi kurir bagi para pejuang AFghanistan. Ia mengumpulkan uang dari para orang kaya Saudi untuk diberikan ke para pejuang. Di sinilah Osamah berkenalan dengan Abdullah Azzam, tokoh kharismatik asal Palestina. Azzam juga berjuang di Afghanistan. Tak butuh waktu lama bagi Osamah muda untuk mengidolakan Azzam yang mengajar di Pakistan pada 1981.

Di Pakistan, Azzam bergaul bersama pejuang Afghanistan yang kerap mondar-mandir ke Peshawar. Ia berkenalan dengan para pejuang Mujahiddin. Azzam juga bolak-balik Jeddah-Pakistan. Di Jeddah, ia kerap menginap di rumah Osamah. Keduanya akhirnya sepakat merekrut kaum muda Arab Saudi untuk membantu membebaskan Afghanistan. Keduanya menggunakan foto-foto penderitaan rakyat Afghanistan untuk mempengaruhi kaum muda agar mau ikut gerakan mereka. "Kamu harus melakukan ini. HARUS! Ini adalah tugas kamu sebagai generasi muda. Tinggalkan segalanya, mari kita berjuang di Afghanistan," begitu kata mereka.

Di musim panas, Osamah membuka pelatihan militer bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin membantu pejuang Afghanistan. Osamah juga terus menjalankan fungsinya sebagai pengumpul dana untuk Afghanistan. Pemerintah Arab Saudi membantu langkah-langkah ini dengan memberi diskon penerbangan ke Pakistan.

Suatu ketika, Osamah ingin terjun langsung ke medan perang di Afghanistan. Namun rencananya ditentang pemerintah Saudi. "Pemerintah Arab memintaku jangan masuk ke Afghanistan karena dekatnya hubungan keluarga bin Ladin dengan pemerintahan Arab. Mereka ingin aku tetap di Peshawar. Sebab kalau aku tertangkap pasukan Rusia, ini menandakan Saudi mendukung Afghanistan. Aku menentang peringatan Arab. Aku tetap masuk dan berjuang di Afghanistan."

Kesibukan Osamah bolak balik Arab Saudi akhirnya berdampak pada kariernya di bin Ladin grup. Pekerjaan rekonstruksi Masjid Nabi di Madina terbengkalai. Osamah akhirnya merelakan sebagian keuntungannya dalam proyek tersebut, sebesar delapan juta riyal atau 2,5 juta dolar AS. Sebaliknya, sumbangan yang berhasil ia kumpulkan untuk pejuang Mujahiddin mencapai lima sampai 10 juta dolar AS. Dari sumbangan ini, dua juta dolar AS adalah sumbangan saudari Osamah.

Pada 1984, saat Osamah dan Azzam beribadah haji, Osamah akhirnya membeberkan rencana massalnya untuk membantu Afghanistan. Osamah ingin ada keterlibatan langsung Arab Saudi di Afghanistan, meski secara rahasia. Bagi setiap remaja Arab yang bersedia ke Afghanistan akan mendapat gaji 300 dolar AS per bulan untuk keluarganya di Arab. Di balik ini, pemerintah Saudi menyediakan dana 350-500 juta dolar AS per tahun untuk pejuang Afghanistan. Uangnya masuk ke rekening di bank Swiss dan dikontrol oleh pemerintah Amerika Serikat yang juga mendukung pejuang mujahidin.



Afghanistan 1986. Situasi makin memburuk. Di perbatasan Afghanistan-Pakistan, seperti kota Peshawar, ratusan ribu pengungsi Afghanistan mendirikan tenda. Menjadikan wilayah itu salah satu lokasi pengungsian terbesar di dunia. Tahun inilah Ayman al-Zawahiri datang ke Afghanistan. Sebelumnya Zawahiri membuka klinik di Jeddah. Melihat nasib pengungsi yang terlunta-lunta, Zawahiri memboyong seluruh keluarganya ke Peshawar.

Di sinilah ketiga tokoh itu bertemu. Osamah, Abdullah Azzam, dan Ayman al-Zawahiri. Ketiganya punya prioritas yang berbeda. Osamah misalnya murni ingin terjun untuk menegakkan Islam di negara-negara yang tertindas. Azzam sudah menggariskan bahwa dunia Islam butuh suatu gerakan jihad. Bila Afghanistan sudah bisa dimenangkan dan Sovyet hengkang, maka negara target jihad selanjutnya adalah negara-negara selatan Sovyet, Bosnia, Filipina, Kashmir, Asia Tengah, Somalia, Eritrea, dan Spanyol. Azzam sebelunya berpengalaman mendirikan Hamas sebagai faksi lain dari gerakan PLO Yaser Arafat.

Ia mengutip pernyataan Sayyid Qutb soal perlunya pembaruan gerakan Islam internasional dengan dasar ('qaida') yang baru. Dari sinilah asal muasal nama Alqida yang membesarkan nama Osamah. Pertemuan tokoh-tokoh senior pergerakan di Afghanistan memutuskan bahwa dalam waktu paling lambat enam bulan, organisasi Alqaida harus berdiri. Anggota pertamanya adalah 314 orang yang dilatih secara khusus dan siap berjihad di mana pun. "Alqaida adalah salah satu faksi organisasi Islam. Tujuannya untuk menegakkan kalimat Allah SWT dan membuat agamanya berjaya," demikian rekaman pertemuan itu.

Bagaimana soal pendanaan? Aliran uang dari Arab Saudi dan Amerika Serikat mulai seret mengalir ke Afghanistan. Azzam dikenal dekat dengan Badan Intelejen AS (CIA), karena dia kerap bolak-balik Pakistan-Arab Saudi-AS untuk mengajar dan berpidato soal jihad melawan komunisme. Ia membuat skenario, yang disetujui oleh Osamah, agar Alqaidah dipimpin Osamah. Skenario ini didukung Pemerintah Arab Saudi yang khawatir kalau Alqaida dipimpin oleh Azzam akan terbawa ke garis Ikhwanul Muslimin.

Sementaran itu, kesehatan Osamah karena terlalu lama bergerilya di gua dan padang pasir Afghanistan memburuk. Ia kelelahan, terserang malaria, dan darah rendah. Zawahiri harus bolak balik Pakistan-Afghanistan untuk merawat rekannya.

Osamah meninggalkan Afghanistan pada musim gugur 1989. Ia meninggalkan para mujahidin dan gerakan Alqaida yang sudah terbentuk. Pulang kampung, ia mendapat sambutan bak pahlawan. Ia lebih terkenal dari para pangeran Saudi. Uangnya perlahan-lahan mulai mengalir. Sahamnya di Saudi bin Ladin Grup mencapai 27 juta riyal atau tujuh juta dolar AS. Ia punya rumah di Jeddah dan Madinah.

Sementara kehidupan petinggi Arab Saudi, di mata rakyatnya, makin tercela. Penguasa menumpuk kekayaan. Raja Fahd punya perahu mewah seharga 199 juta dolar AS, pesawat jet 747 seharga 150 juta dolar AS. Keluarga kerajaan suka berjudi jutaan dolar AS. Punya istana di Jenewa dan Cannes. Ini belum mencakup aksi mesum yang kerap dilakukan para keluarga kerajaan.

Ketika harga minyak internasional turun di pertengahan 1980-an, perilaku foya-foya keluarga kerajaan tak juga berubah. Mereka kehabisan uang, tapi mereka terus meminjam uang dari bank negara. Setiap investasi yang mau masuk ke Arab dikorupsi lewat komisi. Dinasi Al Saud menjadi sinonim dengan kata korupsi, saking parahnya.

Osamah mulai berkhotbah di sejumlah masjid. Ia kembali ke masalah Palestina. Betapa Amerika Serikat dan sekutu zionisnya mempermalukan Islam di Palestina. "Mereka telah menyerang saudara-saudara kita di Palestina seperti mereka menyerang Muslim dan Arab di berbagai negara," kata Osamah. "Darah umat Islam sudah tumpah. Terlalu banyak darah tumpah! Kita dianggap sebagai domba. Kita dipermalukan," sambung dia.

Ia melanjutkan khotbahnya, "Amerika berperang ke Vietnam. Ribuan mil jauhnya. Membom negara itu dari pesawat. Amerika tidak keluar dari Vietnam sampai mereka kalah. Lebih dari 60 ribu prajurit AS tewas. Sama juga di Palestina. Amerika tidak akan berhenti menyokong Yahudi sampai kita bertindak. Mereka tidak akan berhenti sampai kita berjihad melawan mereka!"

"Yang kita harus lakukan adalah memboikot produk Amerika. Kita harus menjalankan perang ekonomi terhadap AS. Mereka mengambil uang kita dan memberikannya ke Yahudi untuk membunuh saudara-saudara kita di Palestina. Kita harus menyampaikan ini pada setiap orang AS yang kita temui di jalan."

Osamah belakangan mengatakan, kebenciannya terhadap AS pada 1982. Ketika AS memberi lampu hijau pada Israel untuk menginvasi Lebanon. Namun, aksi Osamah menghujat AS ini sebenarnya berbeda 180 derajat saat perang Afghanistan. Ketika ia menjadi pemimpin perang Afghanistan, Osamah mendekati keluarga kerajaan dan menyampaikan terima kasih pada AS karena membantu Mujahidin.

Pangeran Bandar bin Sultan, dubes Arab Saudi di AS, mengingat Osamah mengatakan, "Terima kasih.. terima kasih pada Ada yang sudah membawa AS membantu kami mengusir kaum sekular dan atheist Sovyet," katanya.

Pernyataan Osamah ini juga bertolak belakang dengan situasi di Arab. Karena negara itu ternyata sangat bergantung pada AS. AS-Arab sangat bergantung satu sama lain. AS membangun industri minyak Arab. AS membangun infrastruktur Arab. Trans World Airlines menjadi contoh maskapai Saudi. Ford Foundation memodernisasi birokrasi Arab. US Corps of Engineers membangun stasiun televisi Arab dan industri pertahanan.

Sebaliknya, Saudi mengirim pelajar-pelajar terpintar mereka ke universitas AS. Lebih dari 30 ribu pelajar Arab per tahun ke AS. Sementara 200 ribu warga AS bekerja di Arab.

Masalah baru muncul pascakeluarnya Sovyet dari Afghanistan. Sebanyak 15-25 ribu pejuang Arab Saudi di Afghanistan kini menganggur. Posisi para pejuang ini cukup unik. Pertama, pemerintah Arab Saudi 'mendukung' mereka berperang ke Afghanistan dengan harapan mereka tidak lagi berbuat ulah di Arab Saudi, seperti menyerang Masjidil Haram. Pemerintah Arab tidak memikirkan bagaimana bila para pejuang itu kembali lagi ke negara asalnya dengan berbagai masalah psikologis dan ingatan perang.

Intelejen Arab akhirnya turun tangan. Para pejuang yang pulang kampung akan diinterogasi selama dua hari. Namun banyak negara menolak kepulangan para pejuang Afghanistan ini. Nasib mereka tragis. Sukses menaklukan Sovyet di Afghanistan, tapi tidak diterima di negaranya sendiri. Mereka ibarat warga tanpa negara. Sebagian akhirnya bertahan atau kembali ke Pakistan dan menjadi warga tetap. Sebagian lainnya menjadi prajurit dalam perang di Kashmir, Kosovo, Bosnia, atau Chechnya. Para pejuang Afghanistan yang tadinya bersatu di bawah Usamah kini terpecah belah di berbagai negara.

Pada Juni 1989, perkembangan menarik terjadi di Sudan, Afrika. Brigjen Omar Hasan al-Bashir dan Hasan al-Turabi melakukan kudeta. Turabi adalah sosok yang mirip Usamah dan Zawahiri. Ia punya visi mendirikan komunitas muslim internasional yang bermarkas di Sudan dan menyebar ke negara lain. Guna mewujudkan visinya, pemerintahan Sudan yang baru mengontak Usamah. Sejak awal, hubungan ini berjalan dalam dua jalur, yaitu bisnis dan pelatihan pejuang Alqaida.

Usamah mendapat dukungan negara dan SDM yang ia butuhkan. Sementara Bin Ladin Group mendapat proyek infrastruktur di berbagai daerah di Sudan. Usamah tertarik, ia akhirnya boyongan pindah dari Afghanistan. Membawa empat istri dan 17 anaknya ke Khartoum.

Kehidupan Usamah di Khartoum berjalan baik secara bisnis dan pelatihan Alqaida. Usamah punya kantor dan rumah yang luas. Ia mempekerjakan pengikut Alqaida dalam bisnis infrastruktur dan agrikultur di Sudan. Tidak ada pelatihan militer yang benar-benar keras di sini. Malahan setiap Jumat para pejuang Alqaida setelah shalat Jumat sibuk bermain sepak bola. Kalaupun ada pelatihan militer, itu dalam skala kecil untuk tetap menjaga kebugaran para pejuang. Pendek kata, Alqaida berubah menjadi organisasi pertanian di Sudan.

Di Sudan pula, Usamah melihat dirinya bisa meniru sosok ayahnya, Mohammed bin Ladin sebagai pebisnis handal. Diperkirakan, Usamah menginvestasikan dana 350 juta dolar AS di Sudan. Ia menjadi salah satu pemilik lahan terbesar di Sudan. Para pejuang Alqaida mendapat gaji 200 dolar AS plus bonus per bulan. Tingkat manajer digaji seribu hingga 1.500 dolar AS.

Lama kelamaan, Usamah merasa kehidupannya di Sudan monoton. Ia berpikir, hidupnya ada di persimpangan. Satu kejadian penting yang melibatkan Amerika Serikat akhirnya membangkitkan semangatnya kembali. Kejadian itu adalah terus menguatnya pengaruh AS di Arab Saudi. Usamah melihat AS berusaha menduduki tanah suci Makkah dan ini tidak bisa dibiarkan.  Pada saat yang sama, pasukan AS singgah sejenak di Yaman untuk meneruskan perjalanan ke Somalia. 'Masuknya' AS ke Yaman dan menuju Somalia dilihat oleh Usamah dan Alqaida sebagai ancaman langsung. Bahwa setelah 'menguasai' Arab Saudi kini AS mengincar Afrika.

Akhir 1992, salah satu teman dekat Usamah sekaligus penasehat Alqaida, Mamdouh Salim (lebih dikenal dengan nama Abu Hajer al-Iraqi) membrief sejumlah petinggi Alqaida tentang situasi terkini di Timur Tengah. Mereka setuju untuk berbuat sesuatu terhadap AS. Meski tindakan ini terlihat 'aneh' karena sebelumnya di perang Afghanistan kedua pihak bahu membahu mengusir Sovyet. Bahkan AS memfasilitasi pejuang Mujahidin untuk berkunjung ke AS dan membantu ratusan juta dolar AS dalam bidang persenjataan.

Imad Mugniyah, salah satu petinggi kelompok Hizbullah bertemu Usamah akhir 1992. Dalam pertemuan itu Mugniyah membeberkan 'keberhasilan' Hizbullah memperlemah AS di Timur Tengah lewat serangan bunuh diri. Mugniyah adalah perancang serangan maut bom bunuh diri ke Kedubes AS dan barak militer AS-Prancis di Beirut. Total korban bom bunuh diri itu mencapai 300 warga AS dan 58 warga Prancis. Dari pemaparan ini, Usamah akhirnya menganggap bahwa bom bunuh diri adalah salah satu langkah efektif untuk memperlemah AS dan sekutunya.

29 Desember 1992, bom meledak di Hotel Movenpick, Aden, Yaman. Bom lainnya meledak di Hotel Goldmohur. Dua bom ini targetnya adalah prajurit AS. Namun dampaknya justru jatuh korban dua rakyat sipil. Seorang turis Australia dan seorang pekerja hotel asal Yaman. Meski demikian, Alqaida bersikukuh bom mereka menakut-takuti militer AS yang ingin masuk ke Somalia. Tapi sebagian anggota Alqaida lainnya mengkritisi bom bunuh diri yang memakan korban sipil ini. Betapa bom bunuh diri sudah mengubah wajah organisasi pejuang mereka. Di titik kritis inilah Abu Hajer masuk dan mendogma petinggi Alqaida lainnya bahwa bom bunuh diri 'dibutuhkan' dalam 'perjuangan' mengusir AS. Korban sipil yang jatuh adalah 'keniscayaan' yang tidak bisa dihindari.

Dogma Abu Hajer ini menjadi visi baru Alqaida. Abu Hajer segera mengeluarkan dua fatwa. Pertama mengotorisasi serangan pada militer AS. Kedua, jatuhnya korban sipil tidak bisa dihindari. Ini membuat gerakan Alqaida berubah total.

Usamah meninggalkan Sudan pada Mei 1996. Ketika datang ke Sudan ia ibarat investor kaya, namun saat keluar dari Khartoum ia nyaris miskin. Uangnya nyaris habis. Pemerintah Sudan mengancam Usamah akan menyerahkannya ke pemerintah AS atau Prancis atas desakan Arab Saudi. Usamah akhirnya sepakat akan kembali ke Afghanistan. Ia membawa keluarganya kembali pindah.

Di Afghanistan, Usamah kembali menempati Tora Bora. Wilayah pegunungan dan gua yang medannya sangat berat. Di sini ia disambut oleh pengikutnya yang masih tersisa. Usamah pun merasa terancam oleh gerakan Taliban yang sedang jaya-jayanya. Ia tidak mengenal gerakan Taliban, meski ia lama di Afghanistan.

Tahun itu juga, Usamah kedatangan tamu bernama Khaled Sheikh Mohammed. Mohammed sebelumnya sempat bekerja bersama Abdullah Azzam. Ia adalah paman dari Ramzi Yousef, pengebom World Trade Center pada 1993. Gaya Mohammed sangat berbeda dengan Usamah. Dia bergaya sangat kosmopolitan, suka minuman keras, bermain perempuan, namun pandai berbahasa asing. Mohammed juga pernah sekolah di AS.

Di depan Usamah dan pengikutnya, Mohammed memaparkan rencananya untuk meruntuhkan AS. Ia mengajukan rencana agar Alqaidah mengebom 12 pesawat jumbo jet AS di atas Samudera Pasifik. Rencana lainnya adalah melatih pilot untuk menabrakan pesawat ke gedung pencakar langit di AS. Usamah tidak terlalu tertarik pada rencana ini. Namun sejak saat itu, benih serangan 11 September 2001 sudah tertanam di benak kedua tokoh ini.

Agustus 1996, Usamah mengumumkan Deklarasi Perang Terhadap AS yang Telah Menduduki Dua Tanah Suci. Deklarasi ini diumumkan ke pers asing. Setahun kemudian, stasiun televisi CNN mewawancarai Usamah di Afghanistan. Inilah wawancara televisi pertama Usamah yang disiarkan ke seluruh dunia. Wartawan CNN, Peter Arnett, berhadapan langsung dengan Usamah.

CNN: Mengapa mengkritik Kerajaan Saudi?
Usamah: Kerajaan Arab Saudi sudah menjadi kaki tangan dari AS. Ini membuat Keluarga Kerajaan harus disingkirkan karena sudah tidak sesuai dengan syariah.

CNN: Mengapa membenci AS?
Usamah: Dukungan AS terhadap Israel adalah penyebab pertama saya mengumumkan perang terhadap AS. Kedua, kehadiran tentara AS di Arab. Warga sipil AS harus angkat kaki dari tanah suci, kalau tidak mereka tidak akan terjamin keamanannya. Amerika saat ini menerapkan standar ganda. Menyebut siapapun yang tidak sejalan dengan mereka sebagai teroris. Amerika mau menduduki negara kami, mencuri sumber daya alam kami, memerintah kami. Kalau kami menolak melakukannya, Amerika menuduh kami sebagai teroris!

Pada 1999, Mohammed Atta, Ramzi bin al-Shibh, Marwah al-Shehhi, dan Ziad Jarrah tiba di Afghanistan dari Hamburg. Mereka masuk kamp pelatihan Alqaidah. Tiga tahun setelah rencana Khaled Sheikh Mohammed menyerang AS dengan pesawat, kini Alqaidah tampaknya akan melaksanakan rencana Mohammed.

Rencana awalnya adalah membajak lima pesawat dari pantai timur AS dan lima pesawat dari Asia. Pesawat akan menabrak sejumlah gedung seperti markas CIA, FBI, Pentagon, Gedung Putih, WTC, dan reaktor nuklir. Usamah awalnya menolak rencana ini. Tapi belakangan pada musim semi 1999, dia memanggil Mohammed dan memberinya lampu hijau.

Usamah dan Mohammed lantas memilih Atta cs untuk melakukan rencana ini. Usamah sendiri yang langsung membriefing Atta cs perihal rencana dahsyatnya. Usamah lantas meminta keempat pria itu kembali ke Hamburg dan mendaftar ke sekolah pilot di AS.

Awal September 2001, Usamah dan Ayman al Zawahiri beserta sejumlah petinggi Alqaidah pindah lokasi dari Tora Bora ke pengunungan Khost, Afghanistan. Usamah mengatakan pada para pengikutnya bahwa sesuatu yang besar akan terjadi dan dampak dari peristiwa itu akan menggabungkan gerakan Muslim di seluruh dunia. Dengan demikian negara superpower seperti AS akan jatuh.

Ada ritual unik yang kerap dilakukan Usamah dan pengikutnya. Usai shalat subuh mereka akan saling bercerita soal mimpi tidur mereka hari itu. Dan beberapa pengikut Usamah mulai memimpikan peristiwa 9/11, padahal mereka tidak pernah tahu rencana 9/11.

"Saya bermimpi kita sedang bermain sepak bola. Tim kita melawan tim Amerika. Herannya, tim kita itu isinya pilot semua. Saya bertanya-tanya dalam mimpi itu, ini pertandingan bola atau kita penumpang pesawat?" kata seorang pengikut Usamah.

Juru bicara Alqaidah, Suleiman Abu Ghaith, bermimpi dia menonton televisi bersama Usamah. Televisi menyiarkan satu keluarga Mesir sedang duduk di meja makan, dan anak tertua keluarga itu sedang menari. Sebuah tulisan di bawah tayangan televisi muncul: 'Untuk membalas anak-anak Al Aqsa, Usamah bin Ladin menyerang Amerika'.

Seorang pengikut lainnya malah bermimpi ada pesawat yang menabrak gedung tinggi. Usamah lantas melarang para pengikutnya membahas mimpi sejenis ini lagi. Ia takut rencananya yang dirancang rapi itu bocor ke pihak AS dan intelejen lainnya.

11 September 2001, New York City
Telinga Barry Mawn berdengung. Ia sedang duduk di kantornya, ketika suara gemuruh yang sangat dahsyat terdengar. Dia menengok ke jendela. Yang ia dengar berikutnya adalah sebuah ledakan dahsyat. Mawn berpikir mungkin ada pesawat jatuh di Sungai Hudson. Dari kejauhan, Mawn melihat gedung World Trade Center diselimuti awan hitam dan asap tebal.

John P O'Neill jr, pakar komputer asal Delaware, sedang di kereta ketika ia melihat asap hitam membumbung tinggi di langit New York. Asap itu berasal dari menara kembar WTC. Beberapa saat sebelumnya, sebuah pesawat berpenumpang dan mengangkut sembilan ribu avtur menabrak WTC. O'Neill jr panik, menelpon ayahnya yang berkantor di WTC. Ayahnya mengatakan ia baik-baik saja dan sudah berada di luar gedung WTC.

Pesawat menabrak perkantoran di WTC. Tepatnya 58 lantai di atas kantor O'Neill sr. Begitu terdengar ledakan dan suara berderik yang sangat keras, para pekerja di kantor O'Neill sr tadinya tidak menyadari apa yang terjadi. Mereka bingung. Ada bom? Gempa bumi? Pikir mereka. Namun dengan teratur mereka keluar dari gedung.

Namun pemandangan dari luar WTC sangat mengerikan. Satu demi satu pekerja di WTC yang putus asa melompat dari gedung tinggi itu. Tubuh mereka melayang-layang sebelum akhirnya membentur tanah. Potongan-potongan tubuh bertebaran. Sepatu-sepatu jatuh dari langit. Abu dan kaca bercampur udara.

Di Afghanistan, para pengikut Usamah sedang sibuk mencari sinyal radio satelit. Akhirnya mereka mendapat sinyal dari BBC Arabic. Pembaca berita mengabarkan ada berita luar biasa dari New York. Pesawat menabrak menara kembar WTC. Anggota Alqaidah yang mendengar hal ini langsung meloncat kegirangan. Usamah ada di antara mereka. "Sabar..sabar," katanya pada para pengikutnya.

Beberapa saat kemudian, pesawat kedua menabrak WTC. Begitu pembaca berita mengabarkan ada dua pesawat yang menabrak WTC, Usamah langsung menangis dan berdoa. Dia mengatakan pada para pengikutnya, bahwa masih ada lagi. Ia mengangkat tangannya dan memberi tanda tiga jari.

Pukul 09.25, usai dua pesawat menabrak WTC, situasi di New York sangat kacau. Langit yang tadinya biru berubah jadi hitam. Serpihan benda-benda melayang di udara. Kertas bertebaran di mana-mana. Mulai dari kertas memo, foto, bon transaksi saham, polis asuransi, melayang-layang hingga berkilometer dari WTC. Sampah abu menumpuk di jalan. Tubuh dan potongan tubuh berserakan. Dari dalam menara kembar tak jarang terlihat orang keluar membawa potongan kaki. Ada seseorang melompat dari WTC namun menimpa serombongan petugas pemadam kebakaran yang baru tiba, semuanya tewas seketika.

Pukul 09.38, pesawat ketiga jatuh di Pentagon. Sebuah gedung yang menjadi simbol kekuatan militer AS. Ketika pesawat jatuh di Pentagon terdengar di radio Usamah di Afghanistan, ia mengangkat tanganya lagi, memberi tanda empat jari. Namun serangan pesawat terakhir, yang harusnya ke Capitol Hill Washington gagal terlaksana karena pesawat jatuh terlebih dulu.

Di New York, beberapa saat setelah pesawat kedua menabrak menara kembar, Barry Mawn sedang berjalan menjauhi pusat kota. Tiba-tiba ia merasa tanah bergetar. Suara seperti kereta tiba di stasiun menggelegar. Angin kencang menerpa. Mawn melihat ke atas. Salah satu menara WTC diselimuti abu, runtuh. Tak berapa lama setelah itu, menara satunya lagi juga ikut runtuh. WTC rata dengan tanah.

Sebuah video kaset dikirim ke stasiun televisi Aljazeera biro Pakistan, 7 Oktober 2001. Isinya adalah Usamah bin Ladin memuji serangan ke WTC. "Itulah Amerika Serikat. Diserang oleh kekuatan Tuhan di titik yang paling lemah. Gedung tertinggi mereka hancur. Terima kasih Tuhan! Kini rakyat AS ketakutan. Dari utara ke selatan dari timur ke barat. Terima kasih Tuhan!" kata Usamah.

"Peristiwa ini telah membelah dunia menjadi dua. Pertama adalah mereka yang percaya. Kedua adalah mereka yang kafir. Semoga Tuhan menjauhkan kita dari kaum kafir. Setiap muslim harus membuat agamanya berjaya. Angin kemenangan telah datang," sambung Usamah. Tayangan ini beredar di tiap televisi di barat. Menjadikan Usamah sebagai musuh nomor satu mereka.

Dalam satu kesempatan, Usamah dan Zawahiri bertemu dengan Khaled bin Ouda di Kandahar. "Kami telah merencanakan dan mengkalkulasi semuanya. Kami mengestimasi korban jatuh dari pihak musuh. Kami sudah memperkirakan penumpang pesawat yang jadi korban dan para penghuni perkantoran di tiga atau empat tingkat dari tempat pesawat menabrak. Saya optimistis terhadap rencana ini," kata Usamah.

Ia menambahkan, "Bahan bakar dari pesawat yang menabrak akan menambah efek panas pada gedung. Baja penopang gedung akan memanas, berubah warna jadi merah, dan kehilangan kekuatannya untuk menopang gedung. Jadi, kalau pesawat menabrak gedung di bagian ini," Usamah menirukan gedung dengan tangannya. "Sebagian dari gedung itu akan hancur. Itulah yang kita harapkan."

Presiden AS George W Bush segera melancarkan serangan ke Afghanistan, terutama wilayah Tora Bora. Tempat Usamah dan pengikutnya bersembunyi. Di kawasan pegunungan batu yang penuh gua ini, Usamah dan Zawahiri berupaya menaikkan semangat anggota Alqaidah. Sebab saban hari mereka dibombardir oleh pesawat tempur AS. "Kekuatan kami hanya sekitar 300 mujahidin," kata Usamah. "Tapi kami mampu menggali seratus lorong bawah tanah yang tersebar di Tora Bora sehingga mereka susah menemukan kami," katanya.

Pada 17 Desember 2001, Usamah menulis surat. Ia merasa dikhianati oleh kaum Muslim yang enggan ikut serta dalam perjuangannya di Afghanistan. Berbeda ketika ia berjuang melawan Sovyet dahulu. Bahkan sekutunya, Taliban, pun menarik dukungan. Hanya sebagian kelompok yang masih setia. "Banyak yang menyerah atau melarikan diri," tulis Usamah.

Pertempuran Tora Bora memperlemah kekuatan Alqaidah. Tapi Usamah dan petinggi Alqaidah selamat karena sudah lari ke Pakistan. Di sini, Usamah menulis: "Saya merasa seluruh Muslim dalam situasi seperti ini adalah saudara. Pengeboman Kedubes AS di Afrika Timur, hancurnya WTC dan Pentagon adalah kemenangan besar. Meski gerakan kami mengalami hadangan luar biasa, tapi peristiwa-peristiwa itu adalah awal dari hancurnya Amerika dan kaum kafir barat setelah bertahun-tahun," katanya.

Surat Usamah juga ditujukan ke istri-istrinya. "Istriku, semoga Tuhan memberkatimu. Kau tahu sejak hari pertama kita menikah, jalan yang kita tempuh tidak akan mulus. Penuh dengan duri dan ranjau. Tapi kau telah melepaskan seluruh kesenangan duniawi, dan keluargamu. Kau memilih hidup dengan keras di sisiku."

Kepada anak-anaknya, Usamah menulis: "Anak-anakku. Maafkan ayahmu ini karena kurang memperhatikan kalian. Ayahmu telah memilih jalan jihad. Jalan yang sukar yang penuh rintangan. Jika tidak dikhianati banyak orang, ayahmu ini akan berjaya."

Usamah lantas menasehati anak-anaknya agar tidak mengikut gerakan Alqaidah. Ia mengutip kata-kata Khalifah Umar bin Khatab yang meminta anaknya Abdullah untuk tidak menjadi khalifah setelah ia meninggal. "Jika memang hidup ini sudah baik, maka biarkanlah. Bila tidak, maka cukup aku saja yang menderita," kata Usamah.

Pada Maret 2002, Alqaidah mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan mereka di pegunungan Khost. Di atas, pesawat pengintai AS berputar-putar mencari titik titik Alqaidah. Sementara di darat, pasukan koalisi AS-Afghanistan berpencar ke sisi-sisi pegunungan Khost. Mereka terus mengejar Usamah. Titik pertempuran terjadi di lembah Shah-e-Kot, timur Afghanistan. Usamah dan pengikutnya terus terkepung. Tuan tanah lokal yang biasa membantu mereka sudah disogok oleh AS. Jalur suplai makanan dan senjata ditutup.

Namun sejumlah petinggi Alqaidah bisa meloloskan diri ke desa terdekat. Tempat tuan tanah bernama Gula Jan memimpin milisi kecil. Gula adalah simpatisan Taliban. "Saya melihat seseorang Arab yang mengenakan kaca mata hitam dan turban putih. Dia berpakaian seperti Arab tapi bajunya bagus. Dia dikawal dua orang lainnya yang mengenakan turban tertutup," kata Gula Jan.

Pria Arab itu menegurnya dengan sopan dan mengajaknya bergurai. Ia bertanya soal pasukan Afghanista dan lokasi pasukan AS dan Koalisi Utara pemerintah. "Kami takut bertemu mereka, tunjukkan kami jalan rahasia," pinta si pria.

Gula Jan tiba-tiba ingat akan sebuah selebaran yang ditebarkan oleh pasukan AS sebelumnya. Dalam selebaran itu ada wajah yang mirip dengan pria di depannya. Sebuah tulisan besar di selebaran itu: Ayman al Zawahiri, kepalanya seharga 25 juta dolar AS.

Gula Jan kembali bercakap-cakap dengan tamunya. Si Arab mengatakan, "Semoga Tuhan melindungimu dari musuh-musuh Islam. Jangan beritahu mereka darimana kami datang dan ke mana kami pergi," katanya.